* Roma Kuno 300 Tahun Menindas Orang Kristen,
dan Binasa Karena Wabah.
【Penderitaan Orang Kristen】
Menurut catatan sejarawan Romawi Tacitus,
kaisar Romawi kuno Nero, sengaja
membakar kota
Roma, dan kemudian menyalahkan orang-orang
Kristen. Kemudian, Galerius juga melakukan cara
yang sama, dalam waktu lima belas hari
di istana kaisar di kota Nicomedia, ia membuat
dua kali kebakaran, dan menuduh orang Kristen sebagai
pelakunya, ini dilakukan untuk memaksa Kaisar Diocletian yang memerintah saat itu untuk menjatuhkan penganiayaan
kejam pada orang-orang
Kristen.
Pada tahun 64 M, di kota Roma terjadi
kebakaran besar, kebakaran terjadi selama 6 hari penuh, dan menghancurkan
gedung-gedung yang tak terhitung
jumlahnya, rakyat kehilangan tempat tinggal dan mengungsi. Dikatakan bahwa kaisar Romawi
Nero naik ke
menara, bermain musik dan melantunkan puisi, sambil menonton
api.
Demi untuk mengobarkan kebencian orang banyak kepada orang Kristen, sejumlah teoriawan Romawi
membuat banyak rumor yang
ditujukan kepada umat Kristen, seperti
ketika orang-orang Kristen beribadah
kepada Tuhan, mereka harus membunuh bayi
dan minum darahnya, dan makan dagingnya, dan
mengatakan bahwa orang Kristen gemar mabuk, inses,
dan sebagainya, dengan begitu semua kejahatan
masyarakat Romawi kuno telah dikenakan pada orang-orang Kristen.
Tahun itu, Nero telah
memerintahkan untuk melemparkan banyak orang Kristen ke
arena gladiator, para tokoh berkuasa
Roma, sambil tertawa, menonton orang-orang ini dirobek dan dimakan hidup-hidup oleh binatang
buas. Dia bahkan memerintahkan untuk
mengikat banyak orang Kristen dengan tumpukan jerami, untuk membuat obor dan dijajar di
taman, dan kemudian dinyalakan
di malam hari, untuk menerangi pesta taman kaisar.
《Doa terakhir Martir Kristen》
(The Christian Martyrs Last Prayer)
Menggambarkan penindasan brutal
dalam skenario Kekaisaran Romawi kepada
orang Kristen: Pada pilar-pilar sekitar
arena, sebelah kiri adalah orang
Kristen yang menderita dan dibakar, di sebelah
kanan adalah orang Kristen yang dihukum mati dengan disalib, di
tengah-tengah adalah sekelompok orang Kristen yang
akan dirobek oleh binatang buas.
Penganiayaan Kaisar Aurelius kepada orang
Kristen juga sangat brutal. Menurut keterangan sejarawan Thomas Schaaf, "mayat
para martir, menutupi jalan-jalan: mayat-mayat mereka dimutilasi kemudian dibakar, tulang dan abu mereka yang tersisa
dibuang ke sungai, sehingga mereka disebut 'musuh
Allah' yang mencemarkan dunia."
Tahun 250 M, tiran Dionysius mengeluarkan perintah,
memerintahkan orang Kristen di hari yang sudah ditetapkan "hari pertobatan", untuk melepaskan keyakinan mereka, jika tidak mereka akan menerima hukuman dari
Gubernur setempat. Seorang pejabat pemerintah yang Kristen, akan dikirim ke perbudakan,
atau disita harta bendanya; yang paling
bersikeras akan dibunuh. Sebagai warga sipil, situasinya
juga sangat tragis.
Tahun 303 M, Kaisar Diocletian
mengeluarkan dekrit lain, dimulainya, "Pemerintah
kekaisaran Romawi meluncurkan penganiayaan agama terbesar" terjadi perusakan gereja dalam jumlah besar,
menyita Alkitab, dan pembantaian kejam terhadap para pengInjil.
Dalam sejarah, penganiayaan terhadap perempuan
Kristen sangat mengerikan. Beberapa peristiwa sejarah yang dijelaskan terjadi antara tahun 209-210, dikatakan
bahwa para wanita saleh sering dipaksa untuk menghadapi cobaan yang berat, mereka harus memilih,
keyakinan mereka atau kesucian mereka sendiri yang lebih penting.
《Chistian Dirce》
Istilah "Dirce",
adalah kata ganti dari cara hukumam mati, "diikatkan pada sapi dan ditarik
sampai mati" lukisan ini menggambarkan
adegan penganiayaan terhadap orang Kristen di masa Romawi kuno.
Seperti diketahui banyak orang, sistem hukum di Kekaisaran Romawi kuno berkembang dengan baik, dan sistem pertahanannya sudah matang. Namun, sistem hukum yang kuat tidak mencegah penyalahgunaan penguasa dalam melakukan penganiayaan terhadap kepercayaan yang benar,
sebaliknya hukum telah menjadi alat penguasa untuk
menyiksa.
Pada zaman Romawi kuno, ada seorang gubernur bernama Pliny melaporkan kepada kaisar Trajan, "Siapapun
yang dituduh sebagai orang Kristen,
saya akan bertanya apakah mereka benar-benar orang Kristen, jika mereka mengakui, saya akan menakut-nakuti mereka dengan hukuman. dan kemudian
diinterogasi lagi, jika mereka tetap bersikeras mengakui bahwa mereka adalah seorang Kristen, saya akan
memerintahkan mengeksekusi mereka." Trajan dalam instruksi
tertulis mengatakan, "Cara
Anda dalam menangani kasus mereka
yang dituduh sebagai orang Kristen, sangat tepat ......."
Dalam "kasus
Cyprian dipenggal"
yang terkenal kebusukannya, bapak gereja Cyprian
menolak untuk meninggalkan imannya dan menerima "rehabilitasi", pengadilan
menganggap itu sebagai "mengerahkan
kelompok penjahat secara diam-diam" dan "memusuhi para
dewa Romawi," ia dinyatakan
bersalah dan dihukum dipenggal.
Penganiayaan terhadap orang percaya tidak bisa dimengerti oleh orang yang memiliki hati
nurani yang baik, karena itu keluar
dari penguasa jahat
yang pada hakekatnya cemburu, sewenang-wenang
dan kejam. Secara historis, keKristenan
kerap muncul di saat kemerosotan moral
terjadi, dan hati manusia menjadi semakin jahat,
sebab kekuatan yang baik akan memiliki
dampak langsung terhadap kejahatan
yang sudah berakumulasi sangat lama.
Penganiayaan orang percaya, bukan hanya
perwujudan pertempuran antara yang baik dengan
kejahatan, tetapi juga pergumulan kejahatan sebelum kebinasaannya.
《Saint Eulalia》
penulis John William Waterhouse(1849-1917), pelukis Inggris
Saint Eulalia (290-303M) adalah salah satu orang suci terkenal saat Kekaisaran Romawi menganiaya orang-orang Kristen, ketika ia
meninggal masih berusia 13 tahun, "gadis ini adalah seorang Kristen yang sangat setia, dan selalu mempertahankan imannya." Dia melewati 13 jenis hukuman mati, termasuk digulung dengan pisau silinder, diamputasi,
disalibkan, digantung pada kait menahan tiang
sambil dibakar, dan akhirnya kepalanya
dipenggal. Ketika dia meninggal,
tiba-tiba turun salju dari langit,
dan menutupi tubuhnya.
Dalam pandangan penguasa yang
sewenang-wenang dan kejam, semua pemiikiran, keyakinan dan
kelompok yang tidak sejalan dengan keinginannya merupakan
"ancaman" yang serius,
dan semuanya memiliki tujuan untuk menentang dan menyerang.
Kaisar Romawi Domitian telah
memerintahkan penangkapan missal terhadap orang Kristen dan membunuh
mereka, bahkan adik sepupunya
sekeluarga juga tidak luput. Alasan Domitian menganiaya orang-orang
Kristen adalah karena orang Kristen menolak untuk
memanggilnya Allah. Kaisar ini
tidak mau menuruti kebiasaan, menunggu setelah kematiannya baru
disembah sebagai allah, namun selagi ia masih hidup, ia mengharuskan rakyat untuk menyebut dia "Tuhan
kami, Allah kami"
Kaisar Diocletian untuk secara efektif
menyatukan Kekaisaran Romawi, ia
mengharuskan semua warga Negara Roma
memeluk iman yang sama, karena
itu Kristen menjadi kesulitan yang besar baginya. Maka, ia memerintahkan penghancuran gereja-gereja, dan orang Kristen dipaksa untuk memilih antara kemurtadan atau kematian.
KeKristenan dalam penyebarannya tetap mempertahankan
keunikan iman mereka, dan menolak untuk melebur
atau paralel dengan agama-agama
lain, yang akhirnya menyinggung pembelah agama Romawi.
Pada saat itu, dalam kota
Romawi kuno menyembah banyak dewa dari bermacam-macam suku bangsa. Ada sangat banyak
dewa-dewa jahat, dan pengikut dewa-dewa jahat itu sangat membenci iman yang
benar.
Pada zaman Romawi kuno, orang Kristen
memegang kehormatan, kesucian, kasih, perdamaian dan keadilan, dan saat itu hal-hal ini dianggap
sebagai suatu idealisme yang tidak
realistis. Karena kasih, orang-orang Kristen menolak untuk memasuki arena gladiator untuk menonton penjahat perang dan budak bertempur sampai mati, mereka bahkan memberikan pembebasan tanpa
syarat kepada budak mereka. Banyak bapak gereja yang mengkritik kesenangan hidup mewah orang-orang Roma, yang
menyebabkan ketidakpuasan besar dari beberapa orang. Kemurnian kehidupan pribadi Kristen dan kebejatan universal, serta suasana
sosial boros Roma kuno membentuk suatu kontras yang kuat, sehingga membuat banyak
orang, terutama mereka yang
berkuasa merasa sebagai suatu ancaman
besar.
《Obor
Nero》
(Nero's torches)
Menggambarkan adegan kaisar Romawi Nero (37-68 M)
dengan hukuman api menganiaya
orang-orang Kristen. Penganiayaan
kekaisaran Romawi terhadap orang Kristen,
dari tahun 60-70 M, di Roma membunuh 12 murid
Kristus, dimulai dari kedua rasul Petrus dan Paulus, dan terus berlangsung
selama dua ratus tahun.
Pada zaman Romawi, Uskup Polikarpus dikirim pergi
ke arena gladiator. Dan gubernur mengatakan, asalkan
ia menyangkal Kristus di hadapan
banyak orang, ia akan dilepaskan.
Polikarpus mengatakan, "Selama
86 tahun ini saya telah melayani
Tuhan saya, dan Dia tidak pernah memperlakukan saya dengan buruk,
bagaimana saya bisa mempermalukan Raja yang telah menyelamatkan saya?" Gubernur bermaksud untuk membakar Polikarpus. Polikarpus berkata
pelan, "Kamu ingin
menakut-nakuti saya dengan api, kekuatan api itu
hanya dapat membakar satu jam saja, tetapi Anda melupakan
api neraka yang tidak dapat dipadamkan."
Selanjutnya, sekelompok rakyat yang brutal maju, membakar ia hidup-hidup sampai mati.
Pada saat itu, banyak orang Kristen
yang setia, mereka tidak hanya tidak
mengeluh di dalam api, tapi memuji Tuhan mereka
di dalam api. Semua ini tidak
bisa dimengerti oleh masyarakat Romawi yang rusak dan
tidak dapat membedakan yang benar dan yang salah.
【Datangnya Wabah】
Sejarah keKristenan di Kekaisaran Romawi
dianiaya selama hampir 300 tahun, tetapi itu juga adalah sejarah kemerosotan
Kekaisaran Romawi dari kuat menjadi lemah.
Seiring penganiayaan terhadap orang Kristen, Kekaisaran Romawi juga terus-menerus berperang melawan bencana alam dan wabah, situasi
ekonomi yang memburuk, suku-suku
Jermanik dan Kekaisaran Persia
juga mulai menyerang daerah-daerah terpencil, dan Kekaisaran Romawi
jatuh pada kemerosotan.
Kemenangan Dewa Maut
(The Triumph of Death),
tahun 1562, oil on canvas, 117x162 cm,
Prado Museum, Madrid,
Spanyol
Selama periode ini sejumlah wabah
terjadi di Roma.
Skenario tragis ini membuat
kenangan yang tak terlupakan di hati
manusia. Sejarawan Ivar Grey Gables menggambarkan
dengan jelas tentang wabah yang menimpah manusia yang ia alami ini.
"Pada beberapa orang, wabah
itu mulai dari kepala, mata
mengeluarkan darah, wajah membengkak, diikuti oleh ketidaknyamanan di tenggorokan, dan kemudian,
orang-orang ini menghilang untuk selamanya dari kumpulan orang banyak....... Beberapa orang isi perutnya keluar; beberapa orang menderita penyakit pes, nanah meluap dan demam tinggi, orang-orang ini akan mati dalam waktu dua atau tiga hari. Ada
beberapa orang yang terinfeksi
wabah dan masih bisa bertahan
selama beberapa hari, tetapi ada beberapa
pasien akan meninggal
dalam waktu beberapa menit setelah terjangkit wabah. Ada
beberapa orang yang terinfeksi satu
atau dua kali dan
bisa pulih kembali, tetapi ketika mereka, untuk ketiga kalinya terinfeksi maka kematian akan
segera mengikuti."
Di antara wilayah kekaisaran Romawi
yang menderita wabah untuk pertama kali
adalah Mesir, kota pertama yang terjadi wabah
adalah kota
pelabuhan Mediterania, Pelusium. Daerah tersebut selalu
menjadi titik invasi dari musuh-musuh Mesir. Persia, Suriah,
Yunani, dan bahkan Alexander Agung sendiri, juga menginvasi Mesir
dari sini. Tapi kali ini, "musuh" tidak muncul dengan mengenakan baju besi, tetapi tersembunyi
pada tikus-tikus yang naik ke darat dan berlarian
ke segala penjuru – wabah tiba dari selatan melalui
Laut Merah dan sampai ke Pelusium, melalui Terusan Suez, dan "menyerang" Roma.
Setelah menghancurkan Pelusium, wabah
menyebar dengan cepat ke Alexandria, dan terus
meluas ke seluruh wilayah Konstantinopel
dan Kekaisaran Romawi. Satu per tiga dari jumlah seluruh penduduk ketiga Kekaisaran ini meninggal karena wabah besar
yang pertama, namun di ibukota kekaisaran, lebih dari setengah dari penduduknya meninggal.
Wabah Bagi Justinian
saksi lain dari bencana besar, John dari Efesus mengambarkan: "Rumah di segala penjuru, besar atau
kecil, bagus atau cukup nyaman, semuanya dalam sekejap berubah menjadi
kuburan bagi para penghuni rumah. Para
tuan dan para hamba di dalam rumah, berbaring di kamar tidur masing-masing, dalam
waktu yang sama, dalam kelemahan mereka dan tiba-tiba merasakan napas kematian."
"Di mana-mana, "karena tidak ada orang yang
menguburkan, di jalan-jalan tergeletak
mayat yang pecah, dan membusuk" semua tampak mayat memenuhi jalan, sehingga semua orang yang melihat akan
mendapat gambaran yang mengerikan dan mengejutkan. Perut mereka membengkak, dari mulut yang terbuka menyemprotkan semburan nanah, mata mereka merah, tangan terangkat ke atas. Mayat ditumpuk
dengan mayat, di sudut, di jalanan, teras atau
pintu gerbang, bahkan teras gereja, dan semuanya
membusauk. "Dalam kabut
tipis di lautan, ada beberapa kapal
yang karena awaknya diserang murka Allah dan menjadi kuburan yang mengambang di atas gelombang."
John menyaksikan dengan mata kepala
sendiri bagaimana
wabah menghancurkan kota,
dan dengan kehancuran yang sama
brutal menghancurkan desa. "Hari demi hari, kami sama seperti semua orang, mengetuk
pintu kubur, jika malam tiba, kami akan
berpikir bahwa kematian akan datang pada malam hari untuk mengambil hidup kami, Jika fajar datang,
kami akan menghadapi pintu kubur sepanjang hari."
"Kami
melihat sebuah desa yang tidak ada
tanda-tanda kehidupan. Tanahnya ditutupi dengan mayat; suplai makanan di pinggir jalan manghitam, rasa kesepian dan penuh horror memenuhi hati setiap orang yang masuk ke dalam dan kemudian meninggalkan
desa tersebut. Dan ternak yang ditinggalkan pemiliknya tersebar
di pegunungan, tanpa ada orang yang mengawasinya."
Wabah di Kuas Pelukis
Di Konstantinopel, John mencatat secara rinci kengerian dari bencana besar ini: "Ketika bencana datang melanda kota ini, sasaran
pertamanya yaitu kaum miskin yang tidur di jalan-jalan." ...... "pada hari itu, 5000-7000 orang, bahkan bisa mencapai12.000-16.000 orang yang
meninggalkan dunia ini. karena
itu hanya permulaan, pejabat
pemerintah berdiri pelabuhan,
persimpangan jalan dan gerbang kota untuk menghitung
jumlah orang yang mati.
"Dengan begini, orang-orang
Konstantinopel berada di ambang kepunahan, dan hanya segelintir orang
yang selamat. Jika hanya memperhitungkan
mereka yang meninggal di jalan – jika ada orang yang ingin kami bisa mengatakan angka statistik kematian yang pernah dihitung dengan benar –
ada lebih dari 300.000 orang yang tewas di jalan-jalan. Pejabat yang bertanggung jawab untuk menghitung jumlah orang-orang yang tewas,
setelah sampai pada jumlah 230.000, mendapati bahwa
sangat sulit untuk menghitung jumlah
kematian, karena itu tidak lagi
dihitung. Sejak saat itu, mayat tidak lagi dihitung, tapi langsung
diseret keluar kota."
"Pihak berwenang dengan segera
mendapati bahwa tidak ada cukup tempat untuk
mengubur. Baik karena tidak
adanya tandu mayat maupun tidak adanya Penggali Kubur, mayat terpaksa ditumpuk di jalan-jalan, dan di seluruh kota tercium
bau mayat."
"Kadang-kadang, ketika orang-orang
sedang berhadap-hadapan untuk berbicara
satu sama lain, mereka lalu mulai
gemetar, dan kemudian roboh di
jalanan atau di dalam rumah. Ketika
seorang sedang memegang alat di tangan, dan duduk melakukan pekerjaan
tangan, ia juga akan roboh ke samping, dan putus
nyawahnya. Orang-orang pergi ke pasar
untuk membeli beberapa barang
kebutuhan, dan ketika ia berdiri
untuk berbicara atau menhitung uang, kematian tiba-tiba menghantam si pembeli atau si penjual. Barang dan uang masih ada di antaranya,
tetapi tidak ada si pembeli atau si
penjual untuk mengambilnya.
"
"Dilihat dari segala sisi, segala sesuatunya
menjadi tidak berarti, dihancurkan, dan
pada akhirnya hanya ada pemakaman yang sedih. Seluruh kota menjadi runtuhan, oleh karena itu, pasokan pangan ke dalam kota juga terputus. "
"Setelah tempat pemakaman habis terpakai, mayat dikuburkan di
laut. Sejumlah besar mayat
dikirim ke pantai. Di pantai,
perahu-perahu penuh dengan mayat. Dalam setiap perlayaran,
semua mayat dilemparkan ke dalam laut,
dan kemudian perahu-perahu kembali
ke pantai dan mengangkut mayat-mayat
yang lainnya. "
"Jika berdiri di pantai, akan dapat melihat orang banyak memikul tandu, pertama-tama
mengangkut dua atau tiga mayat ke pantai, dan
kemudian kembali untuk mengangkut mayat-mayat lainnya. Orang yang lainnya menggunakan papan dan tongkat untuk mengangkut mayat dan menempatkannya tumpukan demi tumpukan. Beberapa mayat karena sudah membusuk, dibungkus menjadi
satu dengan sebuah tikar, sehingga orang-orang
mengangkut mayat-mayat itu dengan tongkat menuju pantai, dan membuang mayat-mayat yang penuh nanah itu ke dalam
laut. "
"Ribuan mayat
memenuhi seluruh pantai, seperti barang yang mengambang di sungai, dan nanah mengalir
ke laut. Meskipun semua perahu
bolak-balik, dan terus memuat dan
membuang "barang mengerikan"
ke laut, tapi tetap mustahil untuk
membersihkan semua orang yang
mati. Oleh karena itu, Kaisar
Justinian memutuskan untuk mengambil
cara baru untuk menangani mayat-mayat itu – dibangun
makam besar, masing-masing kuburan dapat menampung 70.000 mayat."
"Orang-orang mengangkut dan membuang
mayat ke dalam lubang raksasa itu, seperti tumpukan
jerami, lapisan demi lapisan mayat
dipadatkan. Sebagian orang yang berdiri di bagian dasar lubang, sementara yang lainnya berdiri di tepi lubang,
orang yang terakhir melemparkan mayat seperti melemparkan batu
ke dalam lubang, orang di bagian dasar
lubang kemudian menangkap mayat dan kemudian menumpuk
bergantian dengan arah berlawanan
sebaris demi sebaris. "karena
kurangnya ruang yang cukup, sehingga
pria dan wanita, orang muda dan anak-anak disesakan bersama-sama, seperti anggur busuk yang diinjak-injak oleh banyak kaki. Kemudian, dari atas diturunkan lagi banyak mayat,
begitulah mayat pria dan wanita bangawan, orang tua laki-laki dan perempuan, orang muda laki-laki dan perempuan, juga gadis kecil dan bayi bersama-sama
dibuang ke bawah."
《Wabah Ashdod》
(The Plague
of Ashdod),Nicolas Poussin (1594-1665), Prancis, tahun 1630
Bencana ini telah mengubah sejarah. Abad ke-6, kaisar Bizantium
Justinian berencana untuk menaklukkan seluruh wilayah Kekaisaran Romawi kuno, termasuk daerah-daerah yang tersisa di sekitarnya, juga menduduki
banyak wilayah Sisilia dan Spanyol.
Namun, pada waktu itu, 542 M, yang adalah tahun ke 15
pemerintahan kaisar Justinian, terjadi
ledakan wabah tersebutt. Wabah
keluar dari Mesir, menyerang ibukota Bizantium, Konstantinopel,
dan menyebar ke arah barat ke Eropa. Kaisar Justinian
yang berusia 59 tahun juga terinfeksi wabah. Orang-orang
di Konstantinopel, dari orang
biasa sampai kaum bangsawan, menghabiskan tiga bulan dalam kesakit dan kegelisaan. Saat memasuki musim
dingin gejala-gejala itu menjadi lebih
mematikan dan berubah menjadi
pneumonia menular. Ketika wabah epidemi
mereda, korban tewas di dalam kota
mencapai hingga 40% penduduknya. Dan membuat setengah dari penduduk tewas karena wabah, dan menghancurkan ambisi Justinian yang sudah dekat
untuk dicapai, sejak saat itu, Kekaisaran Romawi
menjadi tenggelam.
John, demi supaya generasi mendatang mengetahui kekejaman wabah, dan demi supaya generasi mendatang
mendapat contoh nyata dari masa lalu, di dalam pengalamannya
yang menyakitkan ia menuliskan nasihatnya
yang baik. "Setiap kerajaan,
setiap wilayah kekuasaan, setiap daerah
dan setiap kota yang kuat,
dan seluruh penduduknya tidak satupun yang dapat luput dari tangan wabah.
Karena itu, ketika saya (John dari Efesus),
seorang yang tidak beruntung, sedang
memikirkan untuk mencatat satu per satu hal ini menjadi berkas sejarah, sering
kali pikiran saya terhambat oleh mati rasa. Dan lagi, karena
berbagai alasan, saya ingin melupakan semuanya: pertama-tama adalah karena meskipun semua lidah
dijumlahkan, tetapi tetap tidak
bisa menjelaskan apa yang terjadi, selain itu, karena
seluruh dunia sedang
gemetar, dan berjalan menuju kehancuran, ketika masa hidup sutu generasi menjadi sangat berkurang, bahkan meskipun bisa mencatat sebagian kecil dari peristiwa-peristiwa
yang tidak terhitung banyaknya ini, juga untuk apa gunanya? Dan lagi, orang
yang mencatat semua hal ini, juga mencatat semua hal ini untuk siapa?"
"Tapi kemudian saya berpikir lagi, dengan pena kami, sehingga
generasi di masa depan mengetahui
sebagian kecil dari banyak peristiwa dimana Allah menghukum kami, dan ini tidak akan
salah. Mungkin, di tahun-tahun
kami yang tersisa di bumi kemudian, keturunan kami akan mendapat
kebijaksanaan karena melihat kengerian dan keterkejutan yang kami rasakan karena
bencana yang kami alami akibat hukuman dosa kami, dan juga karena hukuman yang
diterima oleh kami, orang-orang yang malang ini, sehingga mereka dapat menyelamatkan
diri sendiri dari murka Allah dan penderitaan di masa depan."
Semoga, generasi memdatang bisa sadar sebelum
mengalami pengalaman yang menyakitkan. Kebaikan akan dibalas dengan kebaikan,
kejahatan akan dibalas dengan kejahatan, ini adalah hukum universal.
Babel kuno yang megah
dan indah, mengapa dalam sekejap mata seluruh negara mati karena penyakit
menular yang ganas, kemudian seluruh daerahnya terbenam oleh badai pasir, dan
tidak bangkit kembali? Kenapa Kekaisaran Romawi kuno yang jaya dan kuat tidak
berdaya di hadapan wabah, dan akhirnya binasa? Kenapa Glorious Atlantis yang makmur,
seluruhnya tenggelam ke dalam laut dan binasa?......... Berapa banyak kemakmuran hancur dalam sekejap, dan meninggalkan kisah sedih. Namun, generasi berikutnya tidak
benar-benar memperhatikan pelajaran
dari sejarah ini, karena itu jatuh semakin dalam dalam ketidaktahuan……