Pada zaman
dinasti Tang, ada seorang penyair bernama Gu Kuang. Suatu hari, saat dia sedang
membaca buku di ruang belajar, orang di rumahnya memberi tahunya ada seorang
anak muda yang ingin bertemu dengannya. Gu Kuang bertanya: “Siapa namanya?”
Orang itu
menjawab: “Saya tidak bertanya. Dia berkata, dia datang kemari untuk meminta
anda mengajarinya membuat syair.” Mendengar itu, Gu Kuang lalu menyuruh untuk
mempersilakan anak muda itu masuk.
Ternyata
orang yang ingin bertemu Gu Kuang itu masih sangat muda, wajahnya juga tampan.
Dia masuk dan memberi hormat, kemudian berkata: “Saya Bai Juyi*, hendak mengikuti ujian di ibukota,
hari ini kusus datang untuk mohon bimbingan. Mohon tuan bersedia mengajari
saya.” Setelah berkata, ia menyerahkan beberapa syair pada Gu Kuang.
Gu Kuang
menerima syair itu, dan bertanya: “Tahun ini berapa usiamu?”
Bai Juyi
menjawab: “16 tahun”
Sambil bergurau
Gu Kuang berkata: “Juyi, Juyi**, Zhang An mi gui, ju da bu yi.” Artinya, di kota
Zhang An (Zhang An adalah ibu kota dinasti Tang)
harga beras mahal, tidak mudah untuk tinggal di sana.
Setelah
mendengar itu, Bai Juyi mengangguk: “Mohon tuan memberi petunjuk.”
Gu Kuang
membuka syair itu, dan membaca bait pertama syair itu .Setelah membaca ini,
hatinya sangat senang, dia berpikir: “Jangan dilihat usianya masih muda, syair
yang ditulisnya sangat bagus.” Kemudian, dia berkata kepada Bai Juyi: “Api
tidak akan membakar habis, setelah ditiup angin musim semi akan hidup kembali.
Kalimat ini sangat bagus, kamu mengunakan rumput liar yang memiliki ketahanan
hidup sangat kokoh untuk menyatakan
perasaan dari perpisahan. Ini sungguh indah.”
Bai Juyi
yang mendengar pujian Gu Kuang, hatinya sangat gembira, dengan cepat dia
berkata: “Terima kasih untuk dorongan yang tuan berikan.”
Kemudian,
Gu Kuang tak henti-hentinya memperkenalkan kepandaian Bai Juyi kepada
orang-orang terkenal di ibukota. Hal itu membuat Bai Juyi dengan cepat menjadi
terkenal.
Kerendahan
hati adalah salah satu faktor penting yang membuat seseorang bisa bertumbuh.
Namun, sejak zaman dahulu, kerendahan hati sudah menjadi barang yang langka.
Tidak banyak
orang yang secara jujur berani mengakui kekurangannya, apalagi mau untuk
mengakui kelebihan orang lain, dan mau belajar dari kelebihan orang lain tersebut.
Manusia cenderung menaruh harga diri mereka pada apa yang mereka miliki,
kemampuan mereka, dan kelebihan-kelebihan mereka.
Manusia
akan merasa harga dirinya akan berkurang jika ‘kelebihan’ yang mereka miliki
tidak sebanyak orang lain. Namun, justru orang yang mau mengakui kekurangannya,
dan mau mengakui kelebihan orang lain, serta bersedia berlajar dari orang
lainlah yang akan bertumbuh.
Hal ini
juga terjadi di dunia rohani. Banyak orang merasa dirinya lebih rohani dari
pada orang lain. Kesombongan rohani seperti ini tidak hanya ada pada para
pemimpin gereja saja – meskipun penyakit ini lebih banyak menyerang para
pemimpin gereja – tetapi bisa juga ada pada diri setiap orang.
Seseorang
bisa menganggap dirinya begitu rohani, sehingga dia merasa bahwa dialah yang
paling mengenal Tuhan dan paling mengerti kehendak Tuhan. Akhirnya, dia merasa
tidak perlu lagi meminta nasehat pada saudara-saudara seiman yang ada di
sekitarnya. Karena ia menganggap kerohanian mereka belum ‘sedewasa’
kerohaniaannya.
Jika kita
berani berkata jujur, sebenarnya tidak ada seorangpun yang sanggup mengerti
segala sesuatu, sehingga tidak lagi memerlukan nasehat dari orang lain.
Masing-masing orang memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri-sendiri.
Sehingga kelebihan kita untuk membantu kekurangan orang lain. Begitu pula
sebaliknya, kelebihan orang lain untuk membantu kekurangan kita.
Selama
kita masih hidup di dunia, pengenalan kita akan Allah belumlah sempurna. Rasul
besar seperti Paulus saja berkata, bahwa pengenalannya akan Allah selama dia
masih ada di dunia ini adalah seperti melihat bayangan di dalam cermin yang
belum sempurna. (I Korintus 13:12) Karena Allah begitu tidak terbatas,
sedangkan kita masih dibatasi oleh tubuh jasmani. Jadi kita tidak mungkin dapat
memahami Yang Tidak Terbatas dengan mengunakan yang terbatas. Masing-masing
kita hanya dapat memahami ‘sebagian kecil’ saja dari pribadi Allah sejauh yang
Ia wahyukan kepada kita. Oleh karena itu, seberapa dalam pun kerohanian kita,
kita masih memerlukan nasehat dari orang lain. Supaya kita makin bertumbuh
dalam pengenalan kita akan Allah.
Oleh sebab
itu, hendaklah dalam segala hal kita berani untuk bersikap rendah hati. Berani
mengakui kekurangan diri sendiri, dan berani mengakui kelebihan orang lain,
serta tidak merasa malu untuk meminta nasehat kepada orang lain.
*Bai Juyi adalah
penyair terkenal jaman dinasti Tang, hidup pada tahun 772-846 M
**Dalam karakter
Mandarin nama Juyi terdiri dari huruf “Ju” (tinggal) dan hurur “Yi” (mudah).
Rancangan
gagal kalau tidak ada pertimbangan, tetapi terlasana kalau penasehat banyak.
(Amsal 15:22)