Selasa, 28 Agustus 2012

Proses atau Hasil


Rick Joyner dalam bukunya yang berjudul Pencarian Terakhir menceritakan tentang seorang gelandangan bernama Angelo, yang duduk di atas takhta yang sangat indah bersama dengan raja-raja dalam kerajaan surga. Dalam suatu penglihatan, Rick Joyner melihat seorang yang sangat rajin melayani Tuhan. Ia terus bersaksi kepada orang-orang, mengajar dan mengunjungi orang sakit untuk berdoa bagi mereka. Kemudian ia juga melihat seorang gelandangan yang tidak mempunyai rumah. Seekor anak kucing lewat di depan kakinya dan ia mulai menendangnya, tetapi ia menahan diri, namun demikian anak kucing tersebut tertendang juga cukup keras ke pinggir lorong. Lalu Tuhan bertanya kepada Rick Joyner, yang mana dari kedua orang itu yang menyenangkan hatiNya.
“Yang pertama.” Katanya tanpa keraguan.
”Bukan yang kedua.” Tanggap Tuhan, dan Ia mulai menceritakan kepadanya kisah mereka.
Orang yang pertama dibesarkan di dalam sebuah keluarga yang sangat baik, yang mengenal Tuhan. Ia tumbuh di dalam sebuah gereja yang berkembang dan kemudian kuliah di seminari yang terkemuka. Tuhan telah memberikan kasihNya kepadanya seratus bagian, tetapi ia hanya mempergunakannya tujuh puluh lima bagian dengan semua "pelayanan" yang telah dia lakukan.
Orang yang kedua dilahirkan tuli. Ia diperlakukan dengan kejam dan ia disekap di dalam sebuah kamar loteng yang gelap dan dingin sampai ia ditemukan oleh yang berwajib ketika ia berusia delapan tahun. Ia dikirim dari satu sekolah ke sekolah yang lain, di mana ia terus-menerus mengalami pelecehan. Akhirnya. ia menjadi gelandangan. Untuk mengatasi hal itu Tuhan hanya memberikan kepadanya tiga bagian kasihNya, tetapi ia telah mengerahkan kesemuanya itu untuk melawan kebuasan yang ada di dalam hatinya untuk tidak menendang anak kucing tersebut.
   Angelo sangat setia dengan sedikit karunia yang Tuhan berikan kepadanya. Ia mempergunakan kesemuanya, untuk tidak mencuri. Ia hampir kelaparan, tetapi ia tidak mau mengambil apa pun yang bukan miliknya. Ia membeli makanannya dari mengumpulkan botol-botol bekas dan kadang-kadang menemukan seseorang untuk memberikan pekerjaan di lapangan. Ia tidak dapat mendengar, tetapi ia belajar membaca, jadi Tuhan mengirimkan kepadanya selembar traktat. Ketika ia membacanya, Roh Kudus membuka hatinya dan ia memberikan hatinya pada Tuhan. Tuhan kembali melipatgandakan kasihNya kepadanya dan dengan setia ia menggunakan kesemuanya itu. Ia ingin bersaksi kepada orang-orang lain, tetapi ia bisu. Walaupun hidupnya begitu miskin, ia mulai membelanjakan lebih dari separuh miliknya untuk membeli traktat dan membagikannya di persimpangan-persimpangan jalan.
“Berapa orang yang dibawanya kepada Engkau?” Tanya Rick Joyner, mengira bahwa tentulah banyak orang yang telah dibawanya kepada Tuhan sehingga ia dapat bertakhta bersama dengan raja-raja.
”Satu,” jawab Tuhan.
Tuhan mengijinkannya menyelamatkan seorang pemabuk yang hampir mati untuk memberinya dorongan. Ia setia dengan apa yang telah diberikan kepadanya, ia menjadi pemenang di atas semua, sampai ia menjadi serupa dengan Kristus, dan ia mati sebagai martir.
    Tuhan menyebutnya sebagai martir karena ia telah mengalahkan dunia dengan kasih Tuhan. Sangat sedikit orang yang berhasil menjadi pemenang dengan apa yang dipunyai begitu sedikit. Kebanyakan umat Tuhan tinggal di rumah yang bagus, segala hal yang serba enak dan serba mudah ada pada mereka, tetapi semuanya itu tidak mereka hargai. Lain dengan Angelo, ia begitu menghargai kotak kardus yang melindunginya dari malam yang dingin sehingga ia dapat mengubahnya menjadi bait hadirat Tuhan yang penuh kemuliaan. Ia mulai mengasihi setiap orang dan segala sesuatu. Ia bersukacita untuk sebuah apel daripada beberapa umat Tuhan yang tidak dapat bersyukur untuk makanan pestanya. Ia setia dengan apa yang Tuhan berikan kepadanya, walaupun yang Tuhan berikan tidak sebanyak yang diberikanNya kepada orang lain.
Cerita di atas membuat saya merenung. Ternyata apa yang Allah lihat dan hargai sangatlah berbeda dengan apa yang manusia lihat dan hargai.
Manusia cenderung melihat hasil atau pencapaian seseorang, seberapa sukses dia dalam bisnis, seberapa banyak aset yang dia miliki, menjadi juara atau tidak dia di sekolahnya, apakah dia berhasil memenangkan juara pertama dalam lomba itu, apakah pelayanan seseorang berkembang atau tidak, dan masih banyak lagi hal serupa itu yang menjadi tolak ukur orang pada umumnya, yang kesemuanya hanya melihat kepada hasil, tanpa melihat kepada proses.
Namun apa yang Allah lihat sangatlah berbeda dengan apa yang manusia lihat. Allah tidak melihat seberapa sukses bisnis kita, seberapa banyak aset yang kita miliki, apakah kita berhasil menjadi juara di sekolah atau menjadi juara pada pertandingan-pertandingan yang kita ikuti, bahkan Allah tidak melihat seberapa sukses dan berkembang pelayanan kita. Tidak, Allah tidak befokus pada hasil atau semua hal-hal yang kelihatan dari luar itu. Sebaliknya yang menjadi fokus Allah adalah seberapa besar kita telah mempergunakan dan mengoptimalkan kasih karunia Allah yang diberikanNya kepada kita.
Manusia melihat dan menghargai hasil, tetapi Allah melihat dan menghargai usaha dan proses. Manusia cenderung menilai seseorang berdasarkan apa yang telah dicapainya, tetapi Allah menilai seseorang dari kesetiaannya.
Sebagai contoh, orang akan lebih menghargai seorang anak yang pada dasarnya pandai, yang tanpa perlu belajar dengan keras bisa mendapatkan nilai sepuluh dalam ujiannya. Daripada seorang anak yang memang memiliki kemampuan yang kurang, meskipun sudah belajar dengan keras, tetapi hanya bisa mendapatkan nilai enam dalam ujiannya. Dunia hanya bisa melihat hasil, tetapi di mata Allah, anak yang kurang, yang meskipun sudah belajar dengan giat hanya bisa mendapat nilai enam pada ujiannya, melakukan jauh lebih baik dari pada anak yang memang pintar, yang tidak perlu belajar, namun bisa mendapatkan nilai sepuluh dalam ujiannya.
Terkadang saya merasa iri dengan orang-orang yang mendapatkan kasih karunia Tuhan lebih banyak daripada yang saya dapatkan. Saya berpikir, betapa enaknya hidup orang-orang itu. Mereka punya keluarga yang bahagia dan mengasihi mereka, mereka tidak perlu mengalami sakit seperti saya, mereka sehat, dan bisa pergi kemanapun yang mereka mau, mereka bisa bersekolah tanpa kesulitan dengan biaya, dan akhirnya mereka bisa mencapai karier yang bagus, menikah,serta hal-hal baik lainnya yang bisa mereka nikmati dalam hidup mereka.
Sangat berbeda dengan keadaan saya. Saya lahir tanpa dikehendaki oleh orang tua saya, dan sebagai akibatnya saya selalu mendapat perlakuan yang buruk dari kedua orang tua saya. Keluarga saya mengalami kesulitan ekonomi, sehingga sejak kelas 6 SD, saya harus membantu orang tua saya mencari uang dengan berjualan kacang goreng. Saya juga mengalami kesulitan biaya untuk sekolah. Meskipun saya sudah berusaha belajar sampai larut malam agar bisa mendapat beasiswa karena saya memiliki impian untuk bisa sekolah kedokteran di Cina, namun semua usaha saya itu sia-sia belaka, karena pada umur 16 tahun saya mengalami kelumpuhan hampir pada seluruh tubuh saya, yang meenyebabkan saya tidak bisa berbuat apa-apa dan harus bergantung 100% pada pertolongan orang lain. Akhirnya jangankan untuk kulia kedokteran di Cina, menyelesaikan SMA pun saya tidak mampu.
Saya merasa hidup saya hancur, dan Tuhan sudah berlaku tidak adil terhadap saya, tetapi lewat cerita di buku Rick Joyner ini Roh Kudus mengingatkan saya agar saya tidak perlu merasa iri dengan orang lain yang hidupnya jauh lebih mudah daripada saya, karena mereka mendapatkan kasih karunia Tuhan lebih banyak daripada saya.
Yang terpenting ialah bagaimana saya harus berusaha sebaik-baiknya agar tidak menyia-nyiakan kasih karunia yang Tuhan telah berikan kepada saya, meskipun itu tidak sebanyak yang diterima oleh orang lain, bahkan sangat kecil mungkin. Saya akan tetap setia dengan apa yang sudah Tuhan percayakan kepada saya meskipun itu adalah hal yang kecil dan kelihatannya sepele bagi manusia. Saya tetap akan berusaha untuk selalu melakukan yang terbaik dengan apa yang saya miliki.
 Mungkin hasil yang saya capai kelak tidak sebanyak atau sebaik hasil yang capai orang oleh orang lain. Namun saya tidak akan iri ataupun berkecil hati, karena mungkin orang lain yang mencapai hasil yang lebih besar dari saya, belum menggunakan semua kasih karunia yang Tuhan berikan padanya, sehingga apa yang telah dia capai tidak ada artinya di mata Tuhan, walaupun di mata manusia ia kelihatan sangat hebat.
Hamba yang memiliki satu talenta, jika dia tidak menyembunyikan talentanya tetapi menjalankannya sehingga dia memperoleh laba. Dan meskipun dia hanya beroleh laba satu talenta saja, di mata Tuhan dia akan sama baiknya dengan hamba yang memiliki sepuluh talenta, dan beroleh laba sepuluh talenta. Karena dia sudah menggunakan apa yang ada padanya dengan baik, meskipun hasilnya tidak sebanyak hamba yang menerima sepuluh talenta dan menghasilkan sepuluh talenta juga. Karena firman Tuhan berkata:

Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.
                   (Lukas 12:48b)

Jadi tidak peduli banyak atau sedikit kasih karunia yang Tuhan berikan kepada kita. Yang terpenting adalah, apakah kita bisa setia dengan kasih karunia yang ada pada kita, entah banyak ataupun sedikit, dan kita menggunakannya untuk kemuliaaan nama Tuhan. Janganlah iri dengan orang yang mendapatkan kasih karunia yang lebih besar, karena Allah memperhatikan proses dan bukan hasil. Selain itu, kepada orang yang lebih banyak diberi, kepadanya Tuhan pasti akan menuntut lebih banyak juga. Berusahalah sebaik mungkin dengan segenap kemampuan yang kita miliki. Karena dengan mengunakan kasih karunia yang diberikanNya sebaik-baiknya, kita sedang menghargai Sang pemberi kasih karunia tersebut.