Rick Joyner dalam bukunya yang
berjudul Pencarian Terakhir menceritakan tentang seorang gelandangan bernama
Angelo, yang duduk di atas takhta yang sangat indah bersama dengan raja-raja
dalam kerajaan surga. Dalam suatu penglihatan, Rick Joyner melihat seorang yang
sangat rajin melayani Tuhan. Ia terus bersaksi kepada orang-orang, mengajar dan
mengunjungi orang sakit untuk berdoa bagi mereka. Kemudian ia juga melihat
seorang gelandangan yang tidak mempunyai rumah. Seekor anak kucing lewat di
depan kakinya dan ia mulai menendangnya, tetapi ia menahan diri, namun demikian
anak kucing tersebut tertendang juga cukup keras ke pinggir lorong. Lalu Tuhan
bertanya kepada Rick Joyner, yang mana dari kedua orang itu yang menyenangkan
hatiNya.
“Yang pertama.” Katanya tanpa
keraguan.
”Bukan yang kedua.” Tanggap Tuhan,
dan Ia mulai menceritakan kepadanya kisah mereka.
Orang yang pertama dibesarkan di
dalam sebuah keluarga yang sangat baik, yang mengenal Tuhan. Ia tumbuh di dalam
sebuah gereja yang berkembang dan kemudian kuliah di seminari yang terkemuka.
Tuhan telah memberikan kasihNya kepadanya seratus bagian, tetapi ia hanya
mempergunakannya tujuh puluh lima
bagian dengan semua "pelayanan" yang telah dia lakukan.
Orang yang kedua dilahirkan tuli. Ia
diperlakukan dengan kejam dan ia disekap di dalam sebuah kamar loteng yang
gelap dan dingin sampai ia ditemukan oleh yang berwajib ketika ia berusia
delapan tahun. Ia dikirim dari satu sekolah ke sekolah yang lain, di mana ia
terus-menerus mengalami pelecehan. Akhirnya. ia menjadi gelandangan. Untuk
mengatasi hal itu Tuhan hanya memberikan kepadanya tiga bagian kasihNya, tetapi
ia telah mengerahkan kesemuanya itu untuk melawan kebuasan yang ada di dalam
hatinya untuk tidak menendang anak kucing tersebut.
Angelo
sangat setia dengan sedikit karunia yang Tuhan berikan kepadanya. Ia
mempergunakan kesemuanya, untuk tidak mencuri. Ia hampir kelaparan, tetapi ia
tidak mau mengambil apa pun yang bukan miliknya. Ia membeli makanannya dari
mengumpulkan botol-botol bekas dan kadang-kadang menemukan seseorang untuk
memberikan pekerjaan di lapangan. Ia tidak dapat mendengar, tetapi ia belajar
membaca, jadi Tuhan mengirimkan kepadanya selembar traktat. Ketika ia
membacanya, Roh Kudus membuka hatinya dan ia memberikan hatinya pada Tuhan.
Tuhan kembali melipatgandakan kasihNya kepadanya dan dengan setia ia
menggunakan kesemuanya itu. Ia ingin bersaksi kepada orang-orang lain, tetapi
ia bisu. Walaupun hidupnya begitu miskin, ia mulai membelanjakan lebih dari
separuh miliknya untuk membeli traktat dan membagikannya di
persimpangan-persimpangan jalan.
“Berapa orang yang dibawanya kepada
Engkau?” Tanya Rick Joyner, mengira bahwa tentulah banyak orang yang telah
dibawanya kepada Tuhan sehingga ia dapat bertakhta bersama dengan raja-raja.
”Satu,” jawab Tuhan.
Tuhan mengijinkannya menyelamatkan
seorang pemabuk yang hampir mati untuk memberinya dorongan. Ia setia dengan apa
yang telah diberikan kepadanya, ia menjadi pemenang di atas semua, sampai ia
menjadi serupa dengan Kristus, dan ia mati sebagai martir.
Tuhan menyebutnya sebagai martir karena ia telah mengalahkan dunia
dengan kasih Tuhan. Sangat sedikit orang yang berhasil menjadi pemenang dengan
apa yang dipunyai begitu sedikit. Kebanyakan umat Tuhan tinggal di rumah yang
bagus, segala hal yang serba enak dan serba mudah ada pada mereka, tetapi
semuanya itu tidak mereka hargai. Lain dengan Angelo, ia begitu menghargai
kotak kardus yang melindunginya dari malam yang dingin sehingga ia dapat
mengubahnya menjadi bait hadirat Tuhan yang penuh kemuliaan. Ia mulai mengasihi
setiap orang dan segala sesuatu. Ia bersukacita untuk sebuah apel daripada
beberapa umat Tuhan yang tidak dapat bersyukur untuk makanan pestanya. Ia setia
dengan apa yang Tuhan berikan kepadanya, walaupun yang Tuhan berikan tidak
sebanyak yang diberikanNya kepada orang lain.
Cerita di atas membuat saya
merenung. Ternyata apa yang Allah lihat dan hargai sangatlah berbeda dengan apa
yang manusia lihat dan hargai.
Manusia cenderung melihat hasil atau
pencapaian seseorang, seberapa sukses dia dalam bisnis, seberapa banyak aset
yang dia miliki, menjadi juara atau tidak dia di sekolahnya, apakah dia
berhasil memenangkan juara pertama dalam lomba itu, apakah pelayanan seseorang
berkembang atau tidak, dan masih banyak lagi hal serupa itu yang menjadi tolak
ukur orang pada umumnya, yang kesemuanya hanya melihat kepada hasil, tanpa
melihat kepada proses.
Namun apa yang Allah lihat sangatlah
berbeda dengan apa yang manusia lihat. Allah tidak melihat seberapa sukses
bisnis kita, seberapa banyak aset yang kita miliki, apakah kita berhasil
menjadi juara di sekolah atau menjadi juara pada pertandingan-pertandingan yang
kita ikuti, bahkan Allah tidak melihat seberapa sukses dan berkembang pelayanan
kita. Tidak, Allah tidak befokus pada hasil atau semua hal-hal yang kelihatan
dari luar itu. Sebaliknya yang menjadi fokus Allah adalah seberapa besar kita
telah mempergunakan dan mengoptimalkan kasih karunia Allah yang diberikanNya
kepada kita.
Manusia melihat dan menghargai
hasil, tetapi Allah melihat dan menghargai usaha dan proses. Manusia cenderung
menilai seseorang berdasarkan apa yang telah dicapainya, tetapi Allah menilai
seseorang dari kesetiaannya.
Sebagai contoh, orang akan lebih
menghargai seorang anak yang pada dasarnya pandai, yang tanpa perlu belajar
dengan keras bisa mendapatkan nilai sepuluh dalam ujiannya. Daripada seorang
anak yang memang memiliki kemampuan yang kurang, meskipun sudah belajar dengan
keras, tetapi hanya bisa mendapatkan nilai enam dalam ujiannya. Dunia hanya
bisa melihat hasil, tetapi di mata Allah, anak yang kurang, yang meskipun sudah
belajar dengan giat hanya bisa mendapat nilai enam pada ujiannya, melakukan
jauh lebih baik dari pada anak yang memang pintar, yang tidak perlu belajar,
namun bisa mendapatkan nilai sepuluh dalam ujiannya.
Terkadang saya merasa iri dengan
orang-orang yang mendapatkan kasih karunia Tuhan lebih banyak daripada yang
saya dapatkan. Saya berpikir, betapa enaknya hidup orang-orang itu. Mereka
punya keluarga yang bahagia dan mengasihi mereka, mereka tidak perlu mengalami
sakit seperti saya, mereka sehat, dan bisa pergi kemanapun yang mereka mau,
mereka bisa bersekolah tanpa kesulitan dengan biaya, dan akhirnya mereka bisa
mencapai karier yang bagus, menikah,serta hal-hal baik lainnya yang bisa mereka
nikmati dalam hidup mereka.
Sangat berbeda dengan keadaan saya.
Saya lahir tanpa dikehendaki oleh orang tua saya, dan sebagai akibatnya saya
selalu mendapat perlakuan yang buruk dari kedua orang tua saya. Keluarga saya
mengalami kesulitan ekonomi, sehingga sejak kelas 6 SD, saya harus membantu
orang tua saya mencari uang dengan berjualan kacang goreng. Saya juga mengalami
kesulitan biaya untuk sekolah. Meskipun saya sudah berusaha belajar sampai
larut malam agar bisa mendapat beasiswa karena saya memiliki impian untuk bisa
sekolah kedokteran di Cina, namun semua usaha saya itu sia-sia belaka, karena
pada umur 16 tahun saya mengalami kelumpuhan hampir pada seluruh tubuh saya,
yang meenyebabkan saya tidak bisa berbuat apa-apa dan harus bergantung 100%
pada pertolongan orang lain. Akhirnya jangankan untuk kulia kedokteran di Cina,
menyelesaikan SMA pun saya tidak mampu.
Saya merasa hidup saya hancur, dan
Tuhan sudah berlaku tidak adil terhadap saya, tetapi lewat cerita di buku Rick
Joyner ini Roh Kudus mengingatkan saya agar saya tidak perlu merasa iri dengan
orang lain yang hidupnya jauh lebih mudah daripada saya, karena mereka
mendapatkan kasih karunia Tuhan lebih banyak daripada saya.
Yang terpenting ialah bagaimana saya
harus berusaha sebaik-baiknya agar tidak menyia-nyiakan kasih karunia yang
Tuhan telah berikan kepada saya, meskipun itu tidak sebanyak yang diterima oleh
orang lain, bahkan sangat kecil mungkin. Saya akan tetap setia dengan apa yang
sudah Tuhan percayakan kepada saya meskipun itu adalah hal yang kecil dan
kelihatannya sepele bagi manusia. Saya tetap akan berusaha untuk selalu
melakukan yang terbaik dengan apa yang saya miliki.
Mungkin hasil yang saya capai kelak tidak
sebanyak atau sebaik hasil yang capai orang oleh orang lain. Namun saya tidak
akan iri ataupun berkecil hati, karena mungkin orang lain yang mencapai hasil
yang lebih besar dari saya, belum menggunakan semua kasih karunia yang Tuhan
berikan padanya, sehingga apa yang telah dia capai tidak ada artinya di mata
Tuhan, walaupun di mata manusia ia kelihatan sangat hebat.
Hamba yang memiliki satu talenta,
jika dia tidak menyembunyikan talentanya tetapi menjalankannya sehingga dia
memperoleh laba. Dan meskipun dia hanya beroleh laba satu talenta saja, di mata
Tuhan dia akan sama baiknya dengan hamba yang memiliki sepuluh talenta, dan
beroleh laba sepuluh talenta. Karena dia sudah menggunakan apa yang ada padanya
dengan baik, meskipun hasilnya tidak sebanyak hamba yang menerima sepuluh
talenta dan menghasilkan sepuluh talenta juga. Karena firman Tuhan berkata:
Setiap orang yang kepadanya
banyak diberi, dari padanya akan banyak dituntut, dan kepada siapa yang banyak
dipercayakan, dari padanya akan lebih banyak lagi dituntut.
(Lukas 12:48b)
Jadi tidak peduli banyak atau
sedikit kasih karunia yang Tuhan berikan kepada kita. Yang terpenting adalah,
apakah kita bisa setia dengan kasih karunia yang ada pada kita, entah banyak
ataupun sedikit, dan kita menggunakannya untuk kemuliaaan nama Tuhan. Janganlah
iri dengan orang yang mendapatkan kasih karunia yang lebih besar, karena Allah
memperhatikan proses dan bukan hasil. Selain itu, kepada orang yang lebih
banyak diberi, kepadanya Tuhan pasti akan menuntut lebih banyak juga.
Berusahalah sebaik mungkin dengan segenap kemampuan yang kita miliki. Karena
dengan mengunakan kasih karunia yang diberikanNya sebaik-baiknya, kita sedang
menghargai Sang pemberi kasih karunia tersebut.