Kemarin saya mendapat sms ucapan selamat hari raya Duan Wu,
atau yang biasa dikenal di Indonesia
sebagai hari raya Bakcang dari seorang teman. Saya merasa heran mendapat ucapan
tersabut, karena saya tidak pernah memperhatikan hari raya-hari raya etnis
Tionghua, maka saya mengira perayaan Duan Wu Jie itu sudah lewat, dan teman
saya tersebut salah kirim sms. Kemudian saya bertanya kepada ibu asuh saya yang
kebetulan sedang duduk di dekat saya, jatuh pada tanggal berapa perayaan Duan
Wu Jie tahun ini. Karena keluarga beliau masih merayakan hari raya-hari raya
etnis Tionghua, jadi saya pikir beliau pasti tahu perayaan Duan Wu Jie tahun
ini jatuh pada tanggal berapa. Dan ternyata beliau juga tidak tahu perayaan
Duan Wu Jie tahun ini jatuh pada tanggal berapa.
Saya membuka kalender Cina, ternyata perayaan Duan Wu Jie
tahun ini jatuh pada tanggal 23 Juni menurut penanggalan Masehi. Kemudian saya
menceritakan asal mula perayaan Duan Wu Jie kepada ibu asuh saya karena memang
saya menyukai sejarah Cina.
Saya menjelaskan bahwa Duan Wu Jie dirayakan untuk
memperingati kematian seorang penyair bernama Qu Yuan dari Negara Chu, yang
hidup pada tahu 340-278 SM. Pada waktu itu keadaan kerajaan Chu kacau balau,
karena raja dan para pejabat yang lalim. Qu Yuan yang sangat mencintai
negaranya berusaha mengajukan protes untuk mengubah undang-undang negaranya,
namun akhirnya dia justru dibuang ke daerah selatan. Qu Yuan yang putus asa,
akhirnya bunuh diri dengan menceburkan diri ke dalam sungai Mi Lou. Rakyat yang
sangat mencintai dirinya mengambil nasi yang dibungkus dengan daun bambu dan
membuangnya ke dalam sungai Mi Lou. Rakyat percaya, ikan-ikan di dalam sungai
Mi Lou akan memakan nasi-nasi yang mereka buang sehinga tidak memakan jazat Qu
Yuan. Oleh sebab itu, etnis Tionghua sampai saat ini masih melaksanakan teradisi
tersebut. Setiap tanggal 5 bulan 5 pada penanggalan Cina, etnis Tionghua akan
mebuat Bakcang, yaitu makanan yang terbuat dari beras ketan yang dibungkus
dengan daun bambu untuk mengenang kematian Qu Yuan.
Ibu asuh saya segera berkata: "Kenapa dia bodoh sekali,
kok sampai bunuh diri segala?"
Saya menjawabnya dengan bercanda: "Kalau dia tidak
bunuh diri, kita tidak makan Bakcang ma."
Beberapa saat kemudian setelah ibu asuh saya keluar dari
kamar saya, saya kembali memikirkan jawaban saya yang setengah bercanda tadi.
Bukankah sebagai orang Kristen kita sering kali melihat kematian Kristus hanya
seperti saya melihat kematian Qu Yuan. Kita tahu kebenaran bahwa jika Kristus
tidak mati, kita tidak akan selamat. Kita tahu, Kristus menanggung sengsara dan
mati di atas kayu salib adalah untuk menebus dosa-dosa kita. Namun Kristus yang
disalib tidak penah menyentuh hati kita. Kristus yang disalib tidak pernah
membuat hati kita terharu sehinga dalam hati kita meluap ucapan syukur dan rasa
cinta kepadaNya.
Kita percaya kepada Kristus hanya untuk keuntungang dan
kebahagiaan kita semata. Banyak orang percaya pada Kristus hanya sampai pada
tahap supaya mereka diselamatkan, tidak masuk neraka, mendapatkan apa yang mereka
butuhkan, memperoleh hidup yang kekal dan dapat masuk surga. Namun tidak banyak
orang yang mempercayai Kristus sampai pada tahap benar-benar mengasihi Kristus
dan rela mempersembahkan hidupnya untuk Kristus.
Makna salib telah menjadi begitu kabur bagi banyak orang. Banyak
orang melhat salib hanya sebagai sarana agar mereka diselamatkan, lepas dari
penghukuman dan memperoleh hidup yang kekal. Namun lebih dari pada itu, makna
salib sebenarnya adalah sebagai perwujudan kasih Allah kepada manusia. Alkitab
berkata:
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan anakNya yang tunggal,
supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh
hidup yang kekal.
(
Yohanes 3:16 )
Tidak ada kasih yang
lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya.
(
Yohanes 15:13 )
Kristus telah memberikan nyawaNya sebagai korban penebusan
bagi kita dengan mati di atas kayu salib. Kita yang seharusnya mati karena dosa
dan pelanggaran kita, beroleh hidup karena kematianNya. Di sinilah kasih Allah
yang sempurna dinyatakan. Kasih yang melampaui dari apa yang dapat kita
pikirkan. Kasih Kristus yang begitu lebar, panjang, tinggi dan dalam. Kasih
yang melampaui segala pengetahuan manusia. Kasih yang bersedia memberikan
nyawaNya bagi sahabat-sahabatNya.
Jika kita memilik seorang sahabat yang sangat kita kasihi,
dan dia sakit parah. Semua kita pasti akan berusaha semampu kita untuk
membantunya. Kita akan berdoa untuk dia, menghiburnya, memberikan bantuan untuk
biaya pengobatannya, dan lain sebagainya. Namun berapa banyak dari antara kita
jika memilik sahabat yang sedang sakit mau mengambil alih penyakitnya agar dia
sembuh? Berapa banyak dari antara kita bersedia terbaring di tempat tidur tanpa
bisa berbuat apa-apa dan kesakitan agar sahabat kita bisa bebas bergerak dan
melakukan apa yang ingin dia lakukan? Berapa banyak dari antara kita bersedia
mengorbankan hidup kita sendiri agar sahabat kita bisa menikmati hidupnya? Saya
yakin tidak ada satu pun dari antara kita mau melakukan hal-hal tersebut untuk
seorang sahabat yang paling kita kasihi sekali pun. Namun itulah yang telah
Kristus lakukan untuk kita. Kristus menderita sengsara di atas kayu salib, agar
kita tidak perlu menanggung hukuman atas dosa-dosa kita. Kristus mati, agar
kita memperoleh hidup. Kristus turun ke alam maut, agar kita tidak masuk
neraka. Dan Kristus naik ke surga untuk menyediakan tempat bagi kita
bersama-sama dengan Dia.
Rasul Paulus berkata: Dan
Kristus telah mati untuk semua orang. Inilah Injil. Namun Paulus tidak
berhenti sampai di situ. Paulus melanjutkan: Supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri,
tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah bangkit untuk mereka. ( II
Korintus 5:15 ) Jadi Injil bukan hanya sekedar bagaimana Kristus mati untuk
kita, tetapi juga bagaimana kita hidup untuk Kristus.
Namun sayangnya banyak orang hanya melihat Injil membuat
orang lepas dari penghukuman, namun tidak melihat Injil juga membuat orang
lepas dari diri sendiri. Banyak orang hanya melihat Injil membuat orang lepas
dari neraka, namun tidak melihat Injil juga membuat orang lepas dari dunia.
Banyak orang hanya melihat Injil membuat orang memiliki hidup yang kekal, namun
tidak melihat Injil juga membuat orang menjadi milik Kristus. Tujuan Injil
bukan hanya membuat orang berdosa masuk surga, terlebih lagi tujuan injil
adalah memulihkan hubungan antara Allah dan manusia yang rusak karena dosa.
Jika kita secara cermat membaca Alkitab, kita akan
mendapatkan sebuah kenyataan bahwa Allah sangat senang dikasihi oleh manusia,
Allah sangat senang berada bersama dengan manusia, Allah sangat senang manusia
menikmati diriNya, menerimaNya, dan mengalamiNya. Namun setelah manusia jatuh
ke dalam dosa, hubungan manusia dengan Allah terputus, karena dosa membuat
manusia kehilangan kemuliaan Allah. ( Roma 3:23 ) Allah yang kudus tidak
mungkin berhubungan dengan manusia yang tidak kudus. Dosa juga membuat manusia
lebih menyukai hidup dalam kegelapan dari pada berhubungan dengan Allah. Oleh
karena itu, Allah "berusaha"
memulihkan hubunganNya dengan manusia melalui kematian Kristus di kayu
salib.
Setelah manusia percaya kepada Kristus, manusia tidak hanya
menerima keselamatan, namun manusia juga menerima hayat yang baru melalui
kelahiran kembali. Hayat yang baru inilah yang membuat manusia mampu behubungan
kembali dengan Allah. Alkitab berkata:
Tetapi semua orang
yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka
yang percaya dalam namaNya.
(
Yohanes 1:12 )
Jadi tujuan Allah terhadap kematian Kristus di kayu salib
tidak berhenti hanya sampai manusia diselamatkan, tetapi setelah manusia
diselamatkan, manusia akan dapat berhubungan kembali dengan Allah,
mengasihiNya, menikmatiNya, berada dekat denganNya, dan mengalamiNya.
Karena kasihNya, dan karena keinginanNya supaya kita juga
mengasihi Dia, maka Kristus rela mati di kayu salib untuk kita. Allah ingin
salib mengubah hidup kita, sehingga kita mengasihi Dia, mempersembahkan seluruh
hidup kita kepadaNya, dan hidup hanya bagi kemuliaanNya. Jika kita
sungguh-sungguh mengerti makna salib, dan kasih yang besar yang mendasari salib
tersebut, maka tidak bisa tidak, salib akan selalu menyentuh hati kita,
sehingga setiap kali kita teringat akan pengorbanan Kristus, hati kita akan
penuh dengan ucapan syukur. Dan semakin kita memikirkan tentang salib Kristus,
kasih kita kepadaNya akan semakin bertumbuh. Karena kita tahu, ada pribadi yang
begitu mengasihi kita sampai rela memberikan nyawaNya untuk kita.
Sekarang yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah: Apakah
salib pernah mengharukan hati kita? Kapan terakhir kali kita membaca atau
mendengar tentang Kristus yang disalib, dan itu menyentuh hati kita sihingga
kita meneteskan air mata? Ataukah saat membaca atau mendengar tentang salib, kita
menganggapnya sebagai hal biasa? Bahwa jika Kristus tidak mati di kayu salib,
kita tidak akan diselamatkan. Seperti saya menganggap biasa kematian Qu Yuan, bahwa
jika Qu Yuan tidak mati bunuh diri, tidak akan ada perayaan Duan Wu Jie, dan
saya pun tidak akan makan Bakcang setiap tahun.
Jika salib Kristus tidak pernah membuat hati kita terharu.
Atau jika dulu salib memang pernah menyentuh hati kita, namun sekarang salib
tidak lagi membuat hati kita terharu. Dan jika hati kita tidak merasakan
apa-apa lagi ketika mendengar tentang salib. Maka kita harus memohon kepada
Allah, agar membuat salib menyentuh hati kita, sehingga hati kita senantiasa
dipenuhi cinta dan ucapan syukur terhadap Dia yang disalib untuk kita.