Kamis, 14 Juni 2012

Kristus dan Qu Yuan


Kemarin saya mendapat sms ucapan selamat hari raya Duan Wu, atau yang biasa dikenal di Indonesia sebagai hari raya Bakcang dari seorang teman. Saya merasa heran mendapat ucapan tersabut, karena saya tidak pernah memperhatikan hari raya-hari raya etnis Tionghua, maka saya mengira perayaan Duan Wu Jie itu sudah lewat, dan teman saya tersebut salah kirim sms. Kemudian saya bertanya kepada ibu asuh saya yang kebetulan sedang duduk di dekat saya, jatuh pada tanggal berapa perayaan Duan Wu Jie tahun ini. Karena keluarga beliau masih merayakan hari raya-hari raya etnis Tionghua, jadi saya pikir beliau pasti tahu perayaan Duan Wu Jie tahun ini jatuh pada tanggal berapa. Dan ternyata beliau juga tidak tahu perayaan Duan Wu Jie tahun ini jatuh pada tanggal berapa.
Saya membuka kalender Cina, ternyata perayaan Duan Wu Jie tahun ini jatuh pada tanggal 23 Juni menurut penanggalan Masehi. Kemudian saya menceritakan asal mula perayaan Duan Wu Jie kepada ibu asuh saya karena memang saya menyukai sejarah Cina.
Saya menjelaskan bahwa Duan Wu Jie dirayakan untuk memperingati kematian seorang penyair bernama Qu Yuan dari Negara Chu, yang hidup pada tahu 340-278 SM. Pada waktu itu keadaan kerajaan Chu kacau balau, karena raja dan para pejabat yang lalim. Qu Yuan yang sangat mencintai negaranya berusaha mengajukan protes untuk mengubah undang-undang negaranya, namun akhirnya dia justru dibuang ke daerah selatan. Qu Yuan yang putus asa, akhirnya bunuh diri dengan menceburkan diri ke dalam sungai Mi Lou. Rakyat yang sangat mencintai dirinya mengambil nasi yang dibungkus dengan daun bambu dan membuangnya ke dalam sungai Mi Lou. Rakyat percaya, ikan-ikan di dalam sungai Mi Lou akan memakan nasi-nasi yang mereka buang sehinga tidak memakan jazat Qu Yuan. Oleh sebab itu, etnis Tionghua sampai saat ini masih melaksanakan teradisi tersebut. Setiap tanggal 5 bulan 5 pada penanggalan Cina, etnis Tionghua akan mebuat Bakcang, yaitu makanan yang terbuat dari beras ketan yang dibungkus dengan daun bambu untuk mengenang kematian Qu Yuan.
Ibu asuh saya segera berkata: "Kenapa dia bodoh sekali, kok sampai bunuh diri segala?"
Saya menjawabnya dengan bercanda: "Kalau dia tidak bunuh diri, kita tidak makan Bakcang ma."
Beberapa saat kemudian setelah ibu asuh saya keluar dari kamar saya, saya kembali memikirkan jawaban saya yang setengah bercanda tadi. Bukankah sebagai orang Kristen kita sering kali melihat kematian Kristus hanya seperti saya melihat kematian Qu Yuan. Kita tahu kebenaran bahwa jika Kristus tidak mati, kita tidak akan selamat. Kita tahu, Kristus menanggung sengsara dan mati di atas kayu salib adalah untuk menebus dosa-dosa kita. Namun Kristus yang disalib tidak penah menyentuh hati kita. Kristus yang disalib tidak pernah membuat hati kita terharu sehinga dalam hati kita meluap ucapan syukur dan rasa cinta kepadaNya.
Kita percaya kepada Kristus hanya untuk keuntungang dan kebahagiaan kita semata. Banyak orang percaya pada Kristus hanya sampai pada tahap supaya mereka diselamatkan, tidak masuk neraka, mendapatkan apa yang mereka butuhkan, memperoleh hidup yang kekal dan dapat masuk surga. Namun tidak banyak orang yang mempercayai Kristus sampai pada tahap benar-benar mengasihi Kristus dan rela mempersembahkan hidupnya untuk Kristus.
Makna salib telah menjadi begitu kabur bagi banyak orang. Banyak orang melhat salib hanya sebagai sarana agar mereka diselamatkan, lepas dari penghukuman dan memperoleh hidup yang kekal. Namun lebih dari pada itu, makna salib sebenarnya adalah sebagai perwujudan kasih Allah kepada manusia. Alkitab berkata:

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan anakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.
( Yohanes 3:16 )

Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.
( Yohanes 15:13 )

Kristus telah memberikan nyawaNya sebagai korban penebusan bagi kita dengan mati di atas kayu salib. Kita yang seharusnya mati karena dosa dan pelanggaran kita, beroleh hidup karena kematianNya. Di sinilah kasih Allah yang sempurna dinyatakan. Kasih yang melampaui dari apa yang dapat kita pikirkan. Kasih Kristus yang begitu lebar, panjang, tinggi dan dalam. Kasih yang melampaui segala pengetahuan manusia. Kasih yang bersedia memberikan nyawaNya bagi sahabat-sahabatNya.
Jika kita memilik seorang sahabat yang sangat kita kasihi, dan dia sakit parah. Semua kita pasti akan berusaha semampu kita untuk membantunya. Kita akan berdoa untuk dia, menghiburnya, memberikan bantuan untuk biaya pengobatannya, dan lain sebagainya. Namun berapa banyak dari antara kita jika memilik sahabat yang sedang sakit mau mengambil alih penyakitnya agar dia sembuh? Berapa banyak dari antara kita bersedia terbaring di tempat tidur tanpa bisa berbuat apa-apa dan kesakitan agar sahabat kita bisa bebas bergerak dan melakukan apa yang ingin dia lakukan? Berapa banyak dari antara kita bersedia mengorbankan hidup kita sendiri agar sahabat kita bisa menikmati hidupnya? Saya yakin tidak ada satu pun dari antara kita mau melakukan hal-hal tersebut untuk seorang sahabat yang paling kita kasihi sekali pun. Namun itulah yang telah Kristus lakukan untuk kita. Kristus menderita sengsara di atas kayu salib, agar kita tidak perlu menanggung hukuman atas dosa-dosa kita. Kristus mati, agar kita memperoleh hidup. Kristus turun ke alam maut, agar kita tidak masuk neraka. Dan Kristus naik ke surga untuk menyediakan tempat bagi kita bersama-sama dengan Dia.
Rasul Paulus berkata: Dan Kristus telah mati untuk semua orang. Inilah Injil. Namun Paulus tidak berhenti sampai di situ. Paulus melanjutkan: Supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia yang telah mati dan telah bangkit untuk mereka. ( II Korintus 5:15 ) Jadi Injil bukan hanya sekedar bagaimana Kristus mati untuk kita, tetapi juga bagaimana kita hidup untuk Kristus.
Namun sayangnya banyak orang hanya melihat Injil membuat orang lepas dari penghukuman, namun tidak melihat Injil juga membuat orang lepas dari diri sendiri. Banyak orang hanya melihat Injil membuat orang lepas dari neraka, namun tidak melihat Injil juga membuat orang lepas dari dunia. Banyak orang hanya melihat Injil membuat orang memiliki hidup yang kekal, namun tidak melihat Injil juga membuat orang menjadi milik Kristus. Tujuan Injil bukan hanya membuat orang berdosa masuk surga, terlebih lagi tujuan injil adalah memulihkan hubungan antara Allah dan manusia yang rusak karena dosa.
Jika kita secara cermat membaca Alkitab, kita akan mendapatkan sebuah kenyataan bahwa Allah sangat senang dikasihi oleh manusia, Allah sangat senang berada bersama dengan manusia, Allah sangat senang manusia menikmati diriNya, menerimaNya, dan mengalamiNya. Namun setelah manusia jatuh ke dalam dosa, hubungan manusia dengan Allah terputus, karena dosa membuat manusia kehilangan kemuliaan Allah. ( Roma 3:23 ) Allah yang kudus tidak mungkin berhubungan dengan manusia yang tidak kudus. Dosa juga membuat manusia lebih menyukai hidup dalam kegelapan dari pada berhubungan dengan Allah. Oleh karena itu, Allah "berusaha"  memulihkan hubunganNya dengan manusia melalui kematian Kristus di kayu salib.
Setelah manusia percaya kepada Kristus, manusia tidak hanya menerima keselamatan, namun manusia juga menerima hayat yang baru melalui kelahiran kembali. Hayat yang baru inilah yang membuat manusia mampu behubungan kembali dengan Allah. Alkitab berkata:

Tetapi semua orang yang menerimaNya diberiNya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya.
( Yohanes 1:12 )

Jadi tujuan Allah terhadap kematian Kristus di kayu salib tidak berhenti hanya sampai manusia diselamatkan, tetapi setelah manusia diselamatkan, manusia akan dapat berhubungan kembali dengan Allah, mengasihiNya, menikmatiNya, berada dekat denganNya, dan mengalamiNya.
Karena kasihNya, dan karena keinginanNya supaya kita juga mengasihi Dia, maka Kristus rela mati di kayu salib untuk kita. Allah ingin salib mengubah hidup kita, sehingga kita mengasihi Dia, mempersembahkan seluruh hidup kita kepadaNya, dan hidup hanya bagi kemuliaanNya. Jika kita sungguh-sungguh mengerti makna salib, dan kasih yang besar yang mendasari salib tersebut, maka tidak bisa tidak, salib akan selalu menyentuh hati kita, sehingga setiap kali kita teringat akan pengorbanan Kristus, hati kita akan penuh dengan ucapan syukur. Dan semakin kita memikirkan tentang salib Kristus, kasih kita kepadaNya akan semakin bertumbuh. Karena kita tahu, ada pribadi yang begitu mengasihi kita sampai rela memberikan nyawaNya untuk kita.
Sekarang yang menjadi pertanyaan bagi kita adalah: Apakah salib pernah mengharukan hati kita? Kapan terakhir kali kita membaca atau mendengar tentang Kristus yang disalib, dan itu menyentuh hati kita sihingga kita meneteskan air mata? Ataukah saat membaca atau mendengar tentang salib, kita menganggapnya sebagai hal biasa? Bahwa jika Kristus tidak mati di kayu salib, kita tidak akan diselamatkan. Seperti saya menganggap biasa kematian Qu Yuan, bahwa jika Qu Yuan tidak mati bunuh diri, tidak akan ada perayaan Duan Wu Jie, dan saya pun tidak akan makan Bakcang setiap tahun.
Jika salib Kristus tidak pernah membuat hati kita terharu. Atau jika dulu salib memang pernah menyentuh hati kita, namun sekarang salib tidak lagi membuat hati kita terharu. Dan jika hati kita tidak merasakan apa-apa lagi ketika mendengar tentang salib. Maka kita harus memohon kepada Allah, agar membuat salib menyentuh hati kita, sehingga hati kita senantiasa dipenuhi cinta dan ucapan syukur terhadap Dia yang disalib untuk kita.